Saturday, October 25, 2008

SK Gubernur Jawa Barat No. 27 Tahun 2005

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT
NOMOR: 27 TAHUN 2005
TANGGAL: 20 JUNI 2005
TENTANG:
PENETAPAN IDENTITAS FAUNA JAWA BARAT PROVINSI JAWA BARAT




DESKRIPSI

Figur macan tutul memiliki arti historis yang besar bagi masyarakat Jawa Barat, karenanya hewan ini layak dijadikan ikon fauna daerah ini. Ironisnya keberadaan macan tutul jusru terancam karena ulah manusia di daerah Jawa Barat yang sering merusak habitat dan memburu hewan ini untuk kepentingan komersial.


Seiring waktu jumlah kucing besar di Indonesia khususnya di Jawa Barat berkurang terus menerus. Dari berbagai spesies yang dulu ada, beberapa telah punah sepertih alnya harimau lodaya (Panthera tigris sondaicus) Beberapa yang masih dapat dijumpai diantaranya adalah macan tutul (Panthera pardus sondaicus), itu pun jumlahnya sudah jauh berkurang sehingga hewan ini kini berstatus langka atau terancam punah.


BIOLOGI MACAN TUTUL

Macan tutul dikenal dengan nama latin Phantera pardus Fauna dari keluarga Felidae ini berbentuk kucing besar. Panjang tubuhnya sekitar 1-2 meter dengan berat badan 30-70 kg. Ciri khas menonjol dari hewan ini adalah corak pada kulitnya yang berwarna kuning / oranye dengan bintik-bintik hitam berpola rossete atau kotak di hampir seluruh bagian tubuh.


Macan tutul dapat kawin sepanjang tahun Dalam 1 tahun macan tutul dapat melahirkan 2-3 ekor anak, tetapi tingkat kematian anak di alam juga tinggi. Macan tutul dan kucing besar lain umumnya karnivora. Hewan ini biasa memangsa monyet, kera, rusa, dan mamalia lain. Macan tutul biasa bersembunyi di semak-semak sebelum menyergap mangsa dan menggigit bagian leher korbannya. Teknik berburu seperti ini efektif untuk melumpuhkan mangsa dengan cepat. Biasanya macan tutul membawa mangsanya ke atas pohon untuk dihabiskan.


HABITAT DAN SEBARAN


Macan tutul hidup di hutan-hutan yang masih alami dan padang rumput. Keberadaan macan tutul sangat dipengaruhi jumlah makanan dan kondisi alam untuk kamuflase dalam berburu atau melindungi diri. Secara global, macan tutul tersebar di banyak daerah yang meliputi wilayah Asia dan Afrika. Besarnya sebaran macan tutul ini menimbulkan variasi genetis dan morfologis pada tiap subspesiesnya. Di Indonesia, macan tutul hanya terdapat di pulau Jawa. Saat ini di Jawa Barat, macan tutul masih dapat dijumpai di kawasan:

1. Gunung Salak
2. Taman Nasional Gunung Halimun
3. Taman Nasional Gunung Gede Pangranggo
4. Hutan Sancang
5. Gunung Patuha Ciwidey
6. Cagar Alam Gunung Simpang Cianjur
7. Cagar Alam Gunung Tilu Cianjur


NILAI PENTING

Selain menjadi faktor penyeimbang ekosistem dalam rantai makanan di habitatnya, macan tutul memiliki arti historis bagi masyarakat Jawa Barat. Sejak dahulu macan tutul telah dijadikan ikon kegagahan kerajaan Pajajaran. Masyarakat Sunda kuno percaya bahwa macan tutul adalah penjelmaan leluhurnya.


Karena arti historis yang kental ini dan keberadaannya yang masih ditemukan saat ini, macan tutul layak dijadikan logo fauna bagi masyarakat JawaBarat.


ANCAMAN

Setiap harinya luas hutan di Jawa Barat berkurang karena pembukaan lahan untuk pemukiman dan pertanian. Konversi lahan ini menyebabkan kerusakan dan penyempitan pada habitat asli macan tutul. Macan tutul terancam akibat perubahan kondisi fisik lingkungan dan berkurangnya jumlah makanan (hewan yang dimakan juga terganggu habitatnya).


Perburuan liar juga mengancam keberlangsungan hidup populasi macan tutul yang tersisa. Macan tutul diburu untuk diambil kulitnya sebagai hiasan atau kebutuhan mode. Di beberapa tempat tulang macan tutul juga diambil karena dipercaya dapat dijadikan obat.


Perdagangan ilegal macan tutul hidup-hidup juga berlangsung di kawasan Asia. Seringkali perdagangan dilakukan dalam skala multinasional.


Masyarakat juga sering menangkap dan membunuh hewan ini dengan alasan sering mengganggu ternak dan memakan manusia. Hal ini memang bisa terjadi namun hanya bila habitat macan tutul terganggu hingga tidak ada makanan yang bisa ditemukan.


Macan tutul dilindungi oleh Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 dan Pasal 21 Ayat (2) huruf a Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang menyatakan bahwa orang yang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan macan tutul dapat dikenakan hukuman maksimal 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).


dikutip dari http://www.bplhdjabar.go.id/current-issue.cfm?doc_id=466


Catatan: Dalam S.K. ini tidak disebutkan bahwa Macan Tutul juga terdapat di Gn. Sawal. Mungkin karena para juru bisik di gubernuran saat itu kurang nitenan pendapat para ahli terkait.

Harimau Terkam 10 Kambing Warga Cikarag Resah

Ciamis, Priangan. Masyarakat Dusun Cikarag Desa/Kec. Sadananya, Kabupaten Ciamis kini resah menyusul matinya 10 ekor domba milik warga setempat yang diduga akibat terkaman seekor harimau, Menurut warga, ke-10 kambing tersebut mati mengenaskan, Bagian anus dan dada domba robek sehingga organ dalamnya terburai keluar. Anehnya, bagian hati domba-domba tersebut saja yang dimakan.

Peristiwa matinya 10 ekor domba tersebut terjadi pada hari Minggu (19/10). Namun hingga kini masih tetap jadi bahan pembicaraan. Warga takut hewan penyerang domba yang diduga harimau itu akhirnya menyerang manusia. "Nembe ayeuan aya domba nu dipaehan jeung dihakan atina wungkul," kata salah seorang warga Cikarag, Senin (20/10) kemarin seraya mengatakan, harimau itu menerkam domba pada malam hari sekitar pukul 02.00. "Sakaligus 10 domba sapeuting eta teh," tambahnya.

Kepala Desa Sadananya H. Gandar Herdiana mengatakan domba-domba yang diterkam harimau itu merupakan bantuan pemerintah melalui program karya produktif." Setelah ada kejadian itu, kami beserta masyarakat berusaha menangkap harimau itu. Untuk itu kami minta bantuan BKSDA dan instansi lainnya," ujar Gandar, senin kemarin. K-18.

Dikutip dari SK Priangan, Selasa 21 Oktober 2008 Hal. 1

Catatan:

1. Ada inkonsistensi antara judul dengan isi berita. Pada judul disebutkan "...10 kambing...", namun pada tubuh berita disebutkan sebagai "...10 Domba..". Tentu saja kambing dan domba (embe) berbeda, walau sama-sama 'ngaberele' (mengembik)!

2. Pada judul juga disebut "Harimau". Saya fikir bukan harimau (Maung), tapi macan kumbang (Leopard, Pantera pardus). Karena secara ilmiah, keberadaan harimau di pulau Jawa (Harimau Jawa, Panthera tigris) dianggap sudah punah. Sedangkan macan, kemungkinan masih ada. Apalagi mengingat kawasan Sadananya berada di bawah kawasan Suaka Margastawa Gunung Sawal, yang diketahui di kawasan tersebut merupakan habitat alami Macan Kumbang atau Macan Tutul (Panthera pardus). Perlu diketahui, Macan Kumbang yang berwarna hitam kelam mirip 'ucing garong' adalah jenis yang sama dengan Macan Tutul yang berbulu kuning keemasan dengan bintik-bintik hitam di sekujur tubuhnya. Menurut ahli biologi, perbedaan warna dan corak bulu tersebut mungkin merupakan variasi genetik. Namun kesalahan yang berkembang di masyarakat awam adalah menganggap bahwa macan kumbang dan macan tutul adalah jenis yang berbeda.

3. Sebagai tambahan, macan tutul adalah satwa yang dilindungi. Pemerintah Propinsi Jawa Barat bahkan menetapkan Macan Tutul sebagai satwa khas daerah Jawa Barat.

Pesona Elang Jawa (Spizaetus bartelsi Stresemann, 1924) di SM Gn. Sawal

Oleh : Ardi Andono, STP1

Indonesia sebagai salah satu pusat mega biodiversitas dunia, memiliki kekayaan alam berupa hutan tropis yang besar di dunia seluas 120,35 juta atau sekitar 63 % luas daratan Indonesia dan keaneka ragaman hayati yang tinggi. Keanekaragaman hayatinya berupa adanya 47 tipe ekosistem alami mulai dari padang rumput, batu karang, gambut dan hutan mangrove dan kekayaan flora dan faunanya. Kekayaan flora dan faunanya terdiri dari 27.500 species tumbuhan berbunga (10 % dari seluruh tumbuhan berbunga dunia), 1539 sepecies reptil dan amphibi (16 % dari seluruh reptil dan amphib dunia), 12 % jenis mamalia dunia, 17 % jenis burung dunia, 25 % jenis ikan dunia dan 15 % jenis serangga dunia2.

Selain itu Indonesia memiliki 1539 jenis burung atau sekitar 17 % dari jumlah seluruh jenis burung di dunia dan 381 jenis diantaranya merupakan jenis endemik Indonesia. Dilihat dari total jenis Indonesia menduduki urutan ke lima negara-negara kaya akan jenis burung setelah Kolombia, Peru, Brazil dan Equador, namun dari segi endemisitas dan jumlah jenis sebaran terbatas peringkat Indonesia melonjak menjadi urutan pertama3.

Di Indonesia terdapat sekitar 72 jenis burung pemangsa (raptor) yang terdiri dari 3 famili yaitu Pandionidae, Acciptridae dan Falconidae. Di antara jenis tersebut 15 jenis merupakan jenis endemik Indonesia4 sedangkan yang terancam punah teradapat 3 jenis yaitu Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) dengan katagori keterancaman genting, Elang Irian (Harpyopsis novaeguineae) dan Elang Sulawesi (Spizaetus lanceolatus) dengan katagori keterancaman Rentan (Vulnerable).

Elang Jawa adalah legenda hidup mengingat bentuk fisiknya sesuai atau mendekati dengan Burung Garuda sebagai lambang negara kita. Ciri fisik tersebut adalah adanya jambul yang tegak dan cukup panjang di kepalanya sedangkan badan berwarna coklat yang kontras, dan mungkin juga dengan ciri fisik ini justru Elang Jawa semakin diburu oleh pedagang illegal maupun penggemar satwa langka dan eksotik. Kelangkaan Elang Jawa ini mengharuskan Pemerintah untuk melindunginya dengan Undang-undang dan Peraturan Pemerintah, seperti UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistimnya, PP No.7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, serta Kepres No.4 tahun 1993; tentang Flora Fauna Nasional yang menetapkan Elang Jawa sebagai Satwa Kebanggaan Nasional (hebat bukan?).

Dan yang tidak kalah hebatnya ternyata Suaka Margasatwa (SM) Gn Sawal yang berada di Kabupaten Ciamis ternyata memiliki potensi yang besar tentang adanya Elang Jawa, berdasarkan hasil penelitian dari YPAL (Yayasan Pribumi Alam Lestari) dan Himbio UNPAD (Himpunan Mahasiswa Biologi Universitas Pajajaran) tahun 1998 menyatakan telah melihat Elang Jawa, tengah terbang di blok Mandalasari(Gn Sawal Utara), blok Curug Tujuh, Blok Ciwalen, Blok Ciharus/Seda (Panjalu). Perkiraan jumlah antara 7-8 ekor dengan jumlah pasangan 3-4 pasang. Kemungkinan data tersebut akan berubah mengingat rentang yang telah cukup yakni 6 tahun. Perubahan data tersebut kemungkinan cenderung meningkat, mengingat semakin seringnya data perjumpaan dilaporkan ke Balai KSDA Jabar II dari para Polisi Kehutanan yang tengah berpatroli rutin.

SM Gn Sawal ditunjuk sebagai kawasan konservasi dengan fungsi Suaka Margasatwa dengan SK Menteri Pertanian No. 420/Kpts/Um/6/1979 tanggal 4 Juli 1979 dengan luas ± 5.400 Ha. Adapun pengertian Kawasan Hutan Suaka Alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.

Secara geografis kawasan SM Gunung Sawal terletak antara 7°15’ LS dan 180°21’ BT Berdasarkan pembagian wilayah administratif pemerintahan, kawasan ini berada dalam 7 (tujuh) wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Cipaku, Cikoneng, Cihaurbeuti, Panumbangan, Panjalu, Kawali dan Sadananya yang berada dalam wilayah Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat.

Kawasan SM Gunung Sawal mempunyai batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Wilayah Kecamatan Panjalu dan sebagian Panumbangan dan Kawali
Sebelah Timur : Wilayah Kecamatan Cipaku dan sebagian Sadananya
Sebelah Selatan : Wilayah Kecamatan Cikoneng dan sebagian Cihaurbeuti
Sebelah Barat : Wilayah Kecamatan Panumbangan dan sebagian Cihaurbeuti

Habitat Elang Jawa
Elang Jawa paling sering dijumpai di ketinggian antara 500 m – 1500 m di atas permukaan laut (dpl) dan di hutan alam (48 %) dari pada di hutan tanaman. Kondisi ini sangat sesuai dengan keadaan Gn Sawal yang hampir seluruh kawasannya merupakan hutan alam (± 95 %), sedangkan sebagian kecil secara sporadis di bagian tepi terdapat hutan tanaman berupa pohon rasamala dan pinus. Hutan alam di kawasan ini merupakan formasi hutan hujan tropis pegunungan bawah atau Sub Montane Forest, dengan ketinggian antara 1.000 s/d 1.500 m dpl. Keadaan topografi lapangan SM Gunung Sawal umumnya berbukit-bukit dan bergunung-gunung dengan puncak yang tertinggi adalah Blok Karantenan (1.764 m dpl). Kemiringan lereng di bagian tengah di atas 30%, sedangkan di beberapa tempat di bagian tepi bervariasi antara 20 % sampai 30%, merupakan habitat yang ideal bagi pemangsa yang satu ini.

Elang Jawa menyukai pohon yang tinggi menjulang yang dapat digunakan untuk mengincar mangsa ataupun sebagai sarang, tercatat bahwa Elang Jawa membangun sarang di pohon Rasamala (Altingia excelsa), Lithocarpus dan Quercus, Pinus (Pinus merkusii) Puspa (Schima wallichii), Kitambaga (Eugenia cuprea), Pasang, Ki Sireum. Jenis pohon tersebut juga banyak dijumpai di Gn Sawal. Jenis-jenis dominan antara lain Puspa (Schima walichii), Saninten (Castanopsis agentea), Hantap (Sterculia sp), Jamuju (Podocarpus imbricatus), Ipis kulit (Acmena acuminatissima), Manglid (Magnolia blumeii). Umumnya sarang ditemukan di pohon yang tumbuh di lereng dengan kemiringan sedang sampai curam pada ketinggian tempat diatas 800 m dpl, dengan dasar lembah memiliki anak sungai. Hal ini berhubungan dengan kesempatan memperoleh mangsa dan pemeliharaan keselamatan anak.

Kondisi tersebut diatas memang sesuai dengan kondisi Kawasan SM Gunung Sawal yang merupakan daerah tangkapan dan resapan air (cachtment area) Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy yang termasuk salah satu DAS kritis di Jawa Barat. Terdapat ± 30 sungai dan anak sungai yang mengalir dan bermuara di Sungai Citanduy, antara lain : Sungai Cibaruyan, Cimuntur, Cileueur, Cihandeuleum, Cilopadang, Cigalugur, Ciwalen, Ciharus, Cijoho, Cibulan dll. Sumber-sumber air tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar kawasan sebagai sumber air bersih untuk keperluan rumah tangga, pertanian, perikanan, irigasi dan PDAM.

Daya jelajah Elang Jawa sangat bervariasi antara 2 km2 – 20 km2 karena berdasarkan survai yang dilakukan YPAL-HIMBIO UNPAD di Gn Jagat dengan luas 1,26 km2 dijumpai 1 pasang Elang Jawa , sedangkan di CA Gn Simpang dengan luas 150 Km2 dijumpai sekitar 6 pasang, dengan melihat data tersebut dapat diketahui bahwa Elang Jawa memiliki daya adaptasi yang cukup baik.

Perilaku Elang Jawa
Rata rata burung pemangsa jarang beranak dan jumlah anaknya pun sangat sedikit, demikian juga dengan Elang Jawa yang berbiak setiap 2 tahun sekali dengan jumlah anak umumnya 1 ekor. Elang Jawa dapat berbiak pada umur antara 3-4 tahun dengan masa mengerami 44-48 hari Musim kawin pada Elang Jawa terjadi antara akhir bulan Januari hingga Mei. Pada anak Elang Jawa umur 27-30 minggu atau 7 bulan telah dapat terbang dan mulai belajar mematikan mangsa. Pada saat tersebut telah dapat membuat 8 variasi suara sehingga dalam komunikasi telah dapat dilakukan dengan baik.

Umumnya Elang Jawa memakan satwa yang mudah ditemukan seperti jenis-jenis tupai (Callosciurus sp dan Tupai sp) dan burung-burung kecil lainnya. Namun Elang Jawa juga tidak menolak jika ada anak kera ekor panjang (Macaca fascucularis) dan jalarang (Ratufa bicolor). Selama ini juga Elang Jawa tidak pernah terlihat mengejar mangsa di udara, hal ini di karenakan ruas kaki Elang Jawa yang terlalu pendek sehingga tidak mampu menangkap burung di udara.

Apa yang harus dilakukan bila menemukan Elang Jawa yang dipelihara,ditangkap dan diperjualbelikan?

SM Gn Sawal yang berada di Kab Ciamis ini hendaknya dijadikan kebanggaan masyarakat Ciamis pada khususnya dan Jawa Barat pada umumnya. Oleh karena itu diharapkan masyarakat selayaknya dan sepatutnya menjaga kawasan tersebut demi kehidupan satwa langka yang konon simbol Negara Indonesia. Dengan menjaga habitat Elang Jawa kita juga telah menjaga sistim penyangga kehidupan masyarakat luas, baik masyarakat disekitar Gn Sawal maupun masyarakat di sepanjang DAS Citanduy. Masyarakat baik yang terdidik maupun tidak kadangkala masih saja memelihara Elang Jawa, atau binatang dilindungi lainnya. Bagi mereka hal tersebut merupakan kebanggaan ataupun kepuasan tersendiri, namun sayang kebanggan dan kepuasan tersebut di ancaman dalam Undang-undang, Ancaman tersebut tidak tanggung-tanggung seperti pada UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistimnya, yang secara jelas dan nyata bahwa menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki dan memperdagangkannya baik hidup, mati maupun bagian-bagian tubuhnya saja dinyatakan dilarang dan diancam hukuman maksimal 5 tahun
penjara dan denda maksimal 100 juta rupiah.

Mengapa ancaman tersebut begitu tinggi?
Telah dijelaskan bahwa Elang Jawa berkembangbiak sangat sedikit, selain itu Elang Jawa merupakan mata ratai makanan yang tertinggi dengan demikian dapat dijadikan indikator bagi kelestarian lingkungan. Maksudnya jika Elang Jawa berkurang atau punah maka lingkungan telah mengalami kerusakan, sehingga kehidupan masyarakat di sekitar terancam karena daya dukung sistim penyangga kehidupan yang menurun (longsor, banjir, kekeringan, iklim mikro yang buruk, musim yang tidak menentu). Oleh karena itu keberadaan Elang Jawa sangat diperlukan bagi keseimbangan alam. Yang paling utama adalah nilai kekayaan hayatinya itu sendiri, ingat bila Elang Jawa punah akan bertambah satwa yang hilang dari bumi Indonesia seperti Harimau Jawa dan Harimau Bali.

Oleh karena itu diharapkan masyarakat pro aktiv dalam menyelamatkan Elang Jawa dan habitatnya. Upaya minimal adalah dengan melapor kepada petugas Polisi Kehutanan Satuan Kerja Gn Sawal BKSDA Jabar II, atau Kepala Desa setempat apabila terjadi pengrusakan hutan/habitat Elang Jawa, penangkapan, pemeliharaan maupun perdagangan Elang Jawa , atau membuat sebuah Kelompok Penyelamat Elang Jawa karena di Kab Ciamis belum ada yang bergerak dalam penyelamatan Elang Jawa . Dan kepada masyarakat yang memelihara Elang Jawa diharapkan menyerahkannya kepada petugas Polisi Kehutanan setempat.

Elang Jawa hasil dari penyerahan masyarakat tidak bisa langsung dilepaskan ke alam begitu saja melainkan harus direhabilitasi terlebih dahulu di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS). Hal ini dilakukan untuk mencegah kematian Elang Jawa itu sendiri mengingat Elang Jawa yang telah dipelihara oleh manusia perlu beradaptasi kembali terhadap makanan aslinya, cara hidup di alam, bereproduksi, dan mengenal habitatnya. Dengan sadarnya masyarakat akan penyelamatan Elang Jawa diharapkan keberadaan Elang Jawa di Gn Sawal Kabupaten Ciamis akan lestari, sehingga pesona Elang Jawa dari Gn Sawal tidak hilang ditelan masa. Jadi bagi Polisi Kehutanan seperti kami peluh, lelah, terik matahari kadang-kadang rasa lapar juga mencoba menghampiri namun semua itu akan terobati bila kami melihat kepakan sayap, lengkingan Elang Jawa tanda kebesaran-Nya.

Ciamis, Juni 2004
Penulis,
ARDI ANDONO, STP
NIP. 710 033 196

1 Ajun Jagawana Madya, Polhut BKSDA Jabar II
2 Bapenas, 1993 dan World Convention Monitoring Committee, 1994 dalam Dephut, 2003
3 Sujatnika dkk,1995 dalam Setiadi Dkk 2000. Status Distribusi, Populasi, Ekologi dan Konservasi Elang Jawa di Jawa Barat Bagian Selatan. Laporan Akhir BP/FFI/BirdLife International/YPAL-HIMBIO UNPAD, Bandung
4 Prawiradilaga, Dewi dkk. Panduan Survei Lapangan dan Pemantauan Burung-burung Pemangsa. BJP-JIKA 2003

Press release BKSDA JABAR II, dikutip sesuai aslinya dari naskah asli dalam format PDF

Gunung Sawal Harus Jadi Hutan Lindung

Petani Diimbau Menanam Palawija

Ciamis, Kompas - Gunung Sawal, sumber air warga Kabupaten Ciamis, harus dijadikan hutan lindung sehingga bisa menjadi daerah tangkapan air yang baik. Dengan hutan lindung yang terjaga kelestariannya, fluktuasi debit air sungai yang berhulu di gunung ini bisa terkendali.

Hal itu diungkapkan Ketua Fraksi Keadilan Sejahtera DPRD Kabupaten Ciamis Didi Sukardi, Kamis (6/9), sehubungan dengan terjadinya penurunan debit air yang cukup drastis pada Sungai Cileueur. Selama ini sungai yang berhulu di Gunung Sawal dan menjadi sumber air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Ciamis ini berdebit normal 120-130 meter kubik per detik. Pada kemarau ini sudah turun menjadi 70 meter per detik.

"Kalau hutan terjaga, debit air sungai di Ciamis tidak turun drastis ketika kemarau," ujar Didi. Kemarau yang sedang terjadi saat ini selain mengakibatkan lahan pertanian mengering, juga menyebabkan kebutuhan air bersih masyarakat sulit terpenuhi. Masyarakat yang menjadi pelanggan PDAM pun harus rela menerima giliran kiriman air akibat menurunnya debit sumber air baku milik PDAM.

Berdasarkan data Dinas Pertanian Ciamis, kemarau menyebabkan 3.160 hektar lahan sawah mengalami kekeringan ringan, 2.968 hektar sedang, 1.286 hektar berat, dan 501 hektar puso. Sementara luas sawah yang sedang terancam kekeringan seluas 5.595 hektar.

Akibatnya, produksi padi pun menurun. Produksi padi bulan Agustus hanya 89.757 ton jauh di bawah hasil produksi sebulan sebelumnya yang sebanyak 314.512 ton.

"Produksi menurun karena pada saat masa primordial, air justru sedikit sehingga bulir padi yang sedang terisi tidak bernas," kata Endang Supardi, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Ciamis, Kamis.

Menanam palawija
Menurut Endang, pihaknya dari jauh-jauh hari sudah menganjurkan kepada petani agar tidak berspekulasi dengan kondisi cuaca. Memasuki kemarau sebaiknya petani menanam palawija. Akan tetapi, masih banyak petani yang memaksakan diri menanam. Akibatnya, sawah mereka mengalami kekeringan.

Untuk menanggulangi kondisi ini Dinas Pertanian menyiapkan tujuh pompa air untuk dipakai petani menyedot air dari sumber-sumber air yang masih tersisa. Sementara untuk tahun depan Dinas Pertanian berencana mengusulkan pembuatan sumur pantek.

Kekeringan kemarau sekarang berdampak pula pada pelayanan PDAM Tirta Galuh Ciamis. Akibatnya, PDAM terpaksa menerapkan giliran kiriman air kepada pelanggannya meskipun kadang-kadang air yang diterima pelanggan sedikit kotor. Rata-rata giliran dilakukan dua hari sekali dengan durasi waktu yang bervariasi. Artinya, satu hari mendapat air, satu hari tidak, demikian seterusnya selama kemarau.

"Sebenarnya kalau debit Sungai Cileueur 120 liter per detik saja mampu melayani sekitar 12.000 pelanggan dengan catatan tingkat kebocoran air 20 persen. Namun, ini hal yang berat, apalagi jika tingkat kebocoran saat ini masih 40 persen. Sebab, sekitar 60 persen pipa saluran sudah berusia 30 tahunan," kata Kepala Cabang PDAM Tirta Galuh Ciamis Otong Rusmana.

Salah satu upaya yang sedang dilakukan PDAM Tirta Galuh untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, terutama saat kemarau, lanjut Otong, ialah pembuatan instalasi baru yang mengambil air dari Sungai Citanduy dengan debit 100 liter per detik. Pada kondisi kemarau debit Sungai Citanduy 2.000 liter per detik. (adh)

Sumber: Kompas.Com Jumat, 07 September 2007

SUAKA MARGASATWA GUNUNG SAWAL

KEADAAN FISIK KAWASAN

Luas dan Letak
Kawasan Hutan Gunung Sawal di tetapkan sebagai Suaka Margasatwa berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 420/Kpts/Um/1979 tanggal 4-7-1979 dengan luas 5.400 Ha. Sedangkan menurut hasil pengukuran dalam Berita Acara Tata batas tanggal 10-1-1979, luas kawasan Suaka Margasatwa (SM) Gunung Sawal adalah 5.360 Ha. Secara astronomis, kawasan terletak antara 7º 15’ LS dan 180º 21’ BT. Areal kawasan menurut administrasi pemerintahanmasuk dalam wilayah Kecamatan Panjalu, Kawali, Cipaku, Cikoneng, Cihaurbeuti, Sadananya dan Panumbangan, Kabupaten Ciamis.

Topografi
Pada umumnya kondisi lapangan bergelombang, berbukit terjal dan bergunung serta puncak tertinggi adalah Gunung Sawal, 1.764 meter di atas permukaan laut. Kemiringan lereng di bagian tengah antara 20-30%. Dalam kawasan ini mengalir air sungai Citanduy dengan anak-anak sungainya, yaitu Sungai Cibaruyon, Cipalih, Ciguntur. Dengan banyaknya sungai yang mengalir dalam kawasan ini, secara hydrologis kawasan ini mempunyai arti penting.

Iklim
Keadaan iklim di kawasan SM Gunung Sawal termasuk tipe B berdasarkan klasifikasi dar Schmidt dan Ferguson, curah hujan rata-rata 3.360 mm per tahun, temperatur udara berkisar antara 19º – 27º Celsius.

POTENSI BIOTIK KAWASAN

Flora
Sebagian besar kawasan ini merupakan hutan alam (± 95%) dan sisanya merupakan hutan tanaman. Jenis Pohon yang terdapat di hutan alam antara lain : Teureup (Artocarpus elasticus), Puspa (Schima walichii), Saninten (Castanopsis argantea), Pasang (Quercus sp), Kiara (Ficus sp) dan Jamuju (Podocarpus imbricatus). Sedangkan jenis pohon yang ada dalam hutan tanaman adalah Pinus (Pinus merkusii), Damar (Agathis lorantifolia), Mahoni (Switenia mahagoni), Rasamala (Altingia excelsea) dan Kaliandra (Caliandra sp.)

Fauna
Kawasan ini merupakan habitat yang baik bagi kehidupan satwa liar, sehingga perlu pembianaan agar kelestarianya bisa di jaga. Selain itu dapat juga dimanfaatkan bagi pengembangan ilmu pengetahuan, budaya dan penelitian. Jenis satwa liar yang ada diantaranya dalah : Meong Congkok (Fellis bengalensis), Babi Hutan (Sus vitatus), Macan Kumbang (Panthera pardus), Kancil (Tragulus javanicus), Trenggiling (Manis javanicus), Kera (Macaca fascicularis), Bajing (Sciurus sp), Lutung (Tracyphitecus auratus), Macan tutul (Panthera pardus), Kijang (Muntiacus muntjak), Kalong (Pteropus vamyrus), Elang Lurik (Spilornia cheela), Saeran (Dicrurus leucophaeus) dan lain-lain.

AKSESIBILITAS
Rute perjalanan untuk menuju Suaka Margasatwa Gunung Sawal antara lain adalah :
1. Bandung – Ciawi – Panjalu – Mandalare, berjarak ± 100 Km, dari Mandalare melalui Tabraya menuju ke Blok pasir Ipis ± 6 Km (Trabaya merupakan jalan masuk menuju puncak Gunung Sawal).
2. Bandung – Tasikmalaya/Indihiang – Bojongjengkol/Cihaurbeuti menuju desa Sukamaju , berjarak ± 140 Km, dari Sukamaju menuju Blok Cibaruyun ± 4 Km.
3. Ciamis – Sadananya – Gunungsari, berjarak ± 13 Km, dari Gunungsari menuju Blok Cilopadang/Palasari ± 7 Km.

dikutip dari www.dishut.jabarprov.go.id



Suaka Margasatwa Gunung Sawal
Nama:Gunung Sawal
Luas:5400 ha.
Ketinggian rata-rata:600-1764 m dpl.
Status:Suaka Margasatwa dengan SK Mentan 420/Ktps/Um/7/1979
Lokasi:Kabupaten Ciamis
Penjelasan:Hutan hujan dengan jenis tumbuhan Altingia excelsa dan Podocarpus imbricata, macam-macam anggrek dan epifit. Jenis hewan seperti leopard, kancil dan berjenis-jenis burung
Alasan Perlindungan:Perlindungan sumber air dan perlindungan flora dan fauna
Ancaman:Kerusakan hutan secara menyeluruh
Penilaian dan Rekomendasi:Kondisi kawasan secara umum: baik (Nilai: 7.40), Tetap sebagai suaka margasatwa

www.bphldjabar.go.id

Thursday, October 16, 2008

Komunitas Sahabat Gunung Sawal Ciamis


Assalamualaikum wr.wb.

Seperti yang telah kita ketahui bersama, kondisi dan kualitas lingkungan hidup yang sehat adalah jaminan bagi kelangsungan hidup manusia yang sehat pula.

Pengelolaan lingkungan hidup yang buruk di masa lalu sekarang mulai menyebabkan banyak masalah khususnya di Indonesia. Kualitas udara yang buruk, meningkatnya suhu udara, serta bencana hanyalah sebagian yang bisa kita ingat sebagai akibat rusaknya lingkungan hidup. Belum lagi ancaman pemanasan global (global warming) dan perubahan musim (climate change), yang mengancam eksistensi umat manusia.

Kita tidak bisa hanya mengeluh dan menyalahkan pemerintah, pelaku kejahatan lingkungan, atau mereka yang kita anggap sebagai perusak lingkungan hidup. Butuh lebih dari sekedar saling menuduh dan menyalahkan. Sebagai warga masyarakat yang sadar akan hak dan kewajibannya, kita harus bergerak keluar dari tataran teori, diskusi tanpa arti dan keluhan berkepanjangan. Kita harus bergerak mewujudkan kualitas lingkungan hidup yang aman dan nyaman yang menjadi impian kita semua.

Untuk itu, sebagai suatu langkah awal, bersama beberapa teman kami berada dalam tahap pembentukan Komunitas Sahabat Gunung Sawal Ciamis (KSGS), yang bertujuan untuk menuntut pengelolaan gunung Sawal yang lebih baik oleh semua pihak. Pengelolaan yang dibentuk dari berbagai unsur masayarakat, LSM, pemerintah, pribadi-pribadi yang handal dan kompeten. Pengelolaan yang seharusnya mampu melindungi Gunung Sawal dari kerusakan lebih parah.

Pengelolaan Gunung Sawal yang baik diharapkan dapat memperbaiki kualitas lingkungan hidup khusunya di sekitar kabupaten Ciamis. Udara yang bersih, sehat, dan sejuk. Ketersediaan air bersih untuk minum-makan-mandi-wudlu dan keperluan lain. Ketersediaan habitat yang sehat untuk berbagai flora dan fauna di Kawasan Gunung Sawal, tersedianya lahan dan lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Sawal tanpa harus merusak hutan. Serta terjaganya warisan karuhun urang Sunda yang diwariskan dari semenjak masa Kerajaan Sunda-Galuh.

Komunitas ini bersifat nirlaba, tidak mengikat, dan dapat diikuti semua fihak. Tidak bersifat politik praktis, tidak untuk menggalang massa agar berafiliasi dengan partai atau kelompok tertentu atau untuk memilih caleg atau calon kepala daerah tertentu. Komunitas ini berdasarkan gerakan moral, niat baik serta keinginan untuk mewujudkan kualitas hidup yang sehat di dalam ekosistem yang sehat pula.

Bagi seluruh warga Ciamis, baik yang masih bermukim di Ciamis, atau yang 'ngumbara di lembur batur' diharapkan dapat berpartisipasi dalam komunitas ini. Turut serta dalam upaya-upaya konservasi Gunung Sawal serta pengelolaan yang transparan, akuntabel, serta berorientasi kepada rasa keadilan sosial untuk seluruh masyarakat.

Untuk dukungan, pertanyaan, kritik, saran, serta informasi tambahan dapat dilayangkan ke: sahabatgunungsawal@gmail.com.

Hayu Warga Ciamis. Kanyaah Ka Gunung Sawal Urang Pedarkeun Jadi Tarekah Nu Nyata.

...aya nu mapandeuri pakena gawe ring hayu pakeun heubeul jaya dina buana... (Prasasti Kawali)


Wassalamualaikum wr.wb.

Ricky Nugraha
a.n. Komunitas Sahabat Gunung Sawal Ciamis