Oleh : Ardi Andono, STP1Indonesia sebagai salah satu pusat mega biodiversitas dunia, memiliki kekayaan alam berupa hutan tropis yang besar di dunia seluas 120,35 juta atau sekitar 63 % luas daratan Indonesia dan keaneka ragaman hayati yang tinggi. Keanekaragaman hayatinya berupa adanya 47 tipe ekosistem alami mulai dari padang rumput, batu karang, gambut dan hutan mangrove dan kekayaan flora dan faunanya. Kekayaan flora dan faunanya terdiri dari 27.500 species tumbuhan berbunga (10 % dari seluruh tumbuhan berbunga dunia), 1539 sepecies reptil dan amphibi (16 % dari seluruh reptil dan amphib dunia), 12 % jenis mamalia dunia, 17 % jenis burung dunia, 25 % jenis ikan dunia dan 15 % jenis serangga dunia
2.
Selain itu Indonesia memiliki 1539 jenis burung atau sekitar 17 % dari jumlah seluruh jenis burung di dunia dan 381 jenis diantaranya merupakan jenis endemik Indonesia. Dilihat dari total jenis Indonesia menduduki urutan ke lima negara-negara kaya akan jenis burung setelah Kolombia, Peru, Brazil dan Equador, namun dari segi endemisitas dan jumlah jenis sebaran terbatas peringkat Indonesia melonjak menjadi urutan pertama
3.
Di Indonesia terdapat sekitar 72 jenis burung pemangsa (raptor) yang terdiri dari 3 famili yaitu Pandionidae, Acciptridae dan Falconidae. Di antara jenis tersebut 15 jenis merupakan jenis endemik Indonesia4 sedangkan yang terancam punah teradapat 3 jenis yaitu Elang Jawa (
Spizaetus bartelsi) dengan katagori keterancaman genting, Elang Irian (
Harpyopsis novaeguineae) dan Elang Sulawesi
(Spizaetus lanceolatus) dengan katagori keterancaman
Rentan (Vulnerable).
Elang Jawa adalah legenda hidup mengingat bentuk fisiknya sesuai atau mendekati dengan Burung Garuda sebagai lambang negara kita. Ciri fisik tersebut adalah adanya jambul yang tegak dan cukup panjang di kepalanya sedangkan badan berwarna coklat yang kontras, dan mungkin juga dengan ciri fisik ini justru Elang Jawa semakin diburu oleh pedagang illegal maupun penggemar satwa langka dan eksotik. Kelangkaan Elang Jawa ini mengharuskan Pemerintah untuk melindunginya dengan Undang-undang dan Peraturan Pemerintah, seperti UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistimnya, PP No.7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, serta Kepres No.4 tahun 1993; tentang Flora Fauna Nasional yang menetapkan Elang Jawa sebagai Satwa Kebanggaan Nasional (hebat bukan?).
Dan yang tidak kalah hebatnya ternyata Suaka Margasatwa (SM) Gn Sawal yang berada di Kabupaten Ciamis ternyata memiliki potensi yang besar tentang adanya Elang Jawa, berdasarkan hasil penelitian dari YPAL (Yayasan Pribumi Alam Lestari) dan Himbio UNPAD (Himpunan Mahasiswa Biologi Universitas Pajajaran) tahun 1998 menyatakan telah melihat Elang Jawa, tengah terbang di blok Mandalasari(Gn Sawal Utara), blok Curug Tujuh, Blok Ciwalen, Blok Ciharus/Seda (Panjalu). Perkiraan jumlah antara 7-8 ekor dengan jumlah pasangan 3-4 pasang. Kemungkinan data tersebut akan berubah mengingat rentang yang telah cukup yakni 6 tahun. Perubahan data tersebut kemungkinan cenderung meningkat, mengingat semakin seringnya data perjumpaan dilaporkan ke Balai KSDA Jabar II dari para Polisi Kehutanan yang tengah berpatroli rutin.
SM Gn Sawal ditunjuk sebagai kawasan konservasi dengan fungsi Suaka Margasatwa dengan SK Menteri Pertanian No. 420/Kpts/Um/6/1979 tanggal 4 Juli 1979 dengan luas ± 5.400 Ha. Adapun pengertian Kawasan Hutan Suaka Alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
Secara geografis kawasan SM Gunung Sawal terletak antara 7°15’ LS dan 180°21’ BT Berdasarkan pembagian wilayah administratif pemerintahan, kawasan ini berada dalam 7 (tujuh) wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Cipaku, Cikoneng, Cihaurbeuti, Panumbangan, Panjalu, Kawali dan Sadananya yang berada dalam wilayah Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat.
Kawasan SM Gunung Sawal mempunyai batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Wilayah Kecamatan Panjalu dan sebagian Panumbangan dan Kawali
Sebelah Timur : Wilayah Kecamatan Cipaku dan sebagian Sadananya
Sebelah Selatan : Wilayah Kecamatan Cikoneng dan sebagian Cihaurbeuti
Sebelah Barat : Wilayah Kecamatan Panumbangan dan sebagian Cihaurbeuti
Habitat Elang JawaElang Jawa paling sering dijumpai di ketinggian antara 500 m – 1500 m di atas permukaan laut (dpl) dan di hutan alam (48 %) dari pada di hutan tanaman. Kondisi ini sangat sesuai dengan keadaan Gn Sawal yang hampir seluruh kawasannya merupakan hutan alam (± 95 %), sedangkan sebagian kecil secara sporadis di bagian tepi terdapat hutan tanaman berupa pohon rasamala dan pinus. Hutan alam di kawasan ini merupakan formasi hutan hujan tropis pegunungan bawah atau Sub Montane Forest, dengan ketinggian antara 1.000 s/d 1.500 m dpl. Keadaan topografi lapangan SM Gunung Sawal umumnya berbukit-bukit dan bergunung-gunung dengan puncak yang tertinggi adalah Blok Karantenan (1.764 m dpl). Kemiringan lereng di bagian tengah di atas 30%, sedangkan di beberapa tempat di bagian tepi bervariasi antara 20 % sampai 30%, merupakan habitat yang ideal bagi pemangsa yang satu ini.
Elang Jawa menyukai pohon yang tinggi menjulang yang dapat digunakan untuk mengincar mangsa ataupun sebagai sarang, tercatat bahwa Elang Jawa membangun sarang di pohon Rasamala (Altingia excelsa), Lithocarpus dan Quercus, Pinus (Pinus merkusii) Puspa (Schima wallichii), Kitambaga (Eugenia cuprea), Pasang, Ki Sireum. Jenis pohon tersebut juga banyak dijumpai di Gn Sawal. Jenis-jenis dominan antara lain Puspa (Schima walichii), Saninten (Castanopsis agentea), Hantap (Sterculia sp), Jamuju (Podocarpus imbricatus), Ipis kulit (Acmena acuminatissima), Manglid (Magnolia blumeii). Umumnya sarang ditemukan di pohon yang tumbuh di lereng dengan kemiringan sedang sampai curam pada ketinggian tempat diatas 800 m dpl, dengan dasar lembah memiliki anak sungai. Hal ini berhubungan dengan kesempatan memperoleh mangsa dan pemeliharaan keselamatan anak.
Kondisi tersebut diatas memang sesuai dengan kondisi Kawasan SM Gunung Sawal yang merupakan daerah tangkapan dan resapan air (cachtment area) Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy yang termasuk salah satu DAS kritis di Jawa Barat. Terdapat ± 30 sungai dan anak sungai yang mengalir dan bermuara di Sungai Citanduy, antara lain : Sungai Cibaruyan, Cimuntur, Cileueur, Cihandeuleum, Cilopadang, Cigalugur, Ciwalen, Ciharus, Cijoho, Cibulan dll. Sumber-sumber air tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar kawasan sebagai sumber air bersih untuk keperluan rumah tangga, pertanian, perikanan, irigasi dan PDAM.
Daya jelajah Elang Jawa sangat bervariasi antara 2 km2 – 20 km2 karena berdasarkan survai yang dilakukan YPAL-HIMBIO UNPAD di Gn Jagat dengan luas 1,26 km2 dijumpai 1 pasang Elang Jawa , sedangkan di CA Gn Simpang dengan luas 150 Km2 dijumpai sekitar 6 pasang, dengan melihat data tersebut dapat diketahui bahwa Elang Jawa memiliki daya adaptasi yang cukup baik.
Perilaku Elang JawaRata rata burung pemangsa jarang beranak dan jumlah anaknya pun sangat sedikit, demikian juga dengan Elang Jawa yang berbiak setiap 2 tahun sekali dengan jumlah anak umumnya 1 ekor. Elang Jawa dapat berbiak pada umur antara 3-4 tahun dengan masa mengerami 44-48 hari Musim kawin pada Elang Jawa terjadi antara akhir bulan Januari hingga Mei. Pada anak Elang Jawa umur 27-30 minggu atau 7 bulan telah dapat terbang dan mulai belajar mematikan mangsa. Pada saat tersebut telah dapat membuat 8 variasi suara sehingga dalam komunikasi telah dapat dilakukan dengan baik.
Umumnya Elang Jawa memakan satwa yang mudah ditemukan seperti jenis-jenis tupai (Callosciurus sp dan Tupai sp) dan burung-burung kecil lainnya. Namun Elang Jawa juga tidak menolak jika ada anak kera ekor panjang (Macaca fascucularis) dan jalarang (Ratufa bicolor). Selama ini juga Elang Jawa tidak pernah terlihat mengejar mangsa di udara, hal ini di karenakan ruas kaki Elang Jawa yang terlalu pendek sehingga tidak mampu menangkap burung di udara.
Apa yang harus dilakukan bila menemukan Elang Jawa yang dipelihara,ditangkap dan diperjualbelikan?SM Gn Sawal yang berada di Kab Ciamis ini hendaknya dijadikan kebanggaan masyarakat Ciamis pada khususnya dan Jawa Barat pada umumnya. Oleh karena itu diharapkan masyarakat selayaknya dan sepatutnya menjaga kawasan tersebut demi kehidupan satwa langka yang konon simbol Negara Indonesia. Dengan menjaga habitat Elang Jawa kita juga telah menjaga sistim penyangga kehidupan masyarakat luas, baik masyarakat disekitar Gn Sawal maupun masyarakat di sepanjang DAS Citanduy. Masyarakat baik yang terdidik maupun tidak kadangkala masih saja memelihara Elang Jawa, atau binatang dilindungi lainnya. Bagi mereka hal tersebut merupakan kebanggaan ataupun kepuasan tersendiri, namun sayang kebanggan dan kepuasan tersebut di ancaman dalam Undang-undang, Ancaman tersebut tidak tanggung-tanggung seperti pada UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistimnya, yang secara jelas dan nyata bahwa menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki dan memperdagangkannya baik hidup, mati maupun bagian-bagian tubuhnya saja dinyatakan dilarang dan diancam hukuman maksimal 5 tahun
penjara dan denda maksimal 100 juta rupiah.
Mengapa ancaman tersebut begitu tinggi?Telah dijelaskan bahwa Elang Jawa berkembangbiak sangat sedikit, selain itu Elang Jawa merupakan mata ratai makanan yang tertinggi dengan demikian dapat dijadikan indikator bagi kelestarian lingkungan. Maksudnya jika Elang Jawa berkurang atau punah maka lingkungan telah mengalami kerusakan, sehingga kehidupan masyarakat di sekitar terancam karena daya dukung sistim penyangga kehidupan yang menurun (longsor, banjir, kekeringan, iklim mikro yang buruk, musim yang tidak menentu). Oleh karena itu keberadaan Elang Jawa sangat diperlukan bagi keseimbangan alam. Yang paling utama adalah nilai kekayaan hayatinya itu sendiri, ingat bila Elang Jawa punah akan bertambah satwa yang hilang dari bumi Indonesia seperti Harimau Jawa dan Harimau Bali.
Oleh karena itu diharapkan masyarakat pro aktiv dalam menyelamatkan Elang Jawa dan habitatnya. Upaya minimal adalah dengan melapor kepada petugas Polisi Kehutanan Satuan Kerja Gn Sawal BKSDA Jabar II, atau Kepala Desa setempat apabila terjadi pengrusakan hutan/habitat Elang Jawa, penangkapan, pemeliharaan maupun perdagangan Elang Jawa , atau membuat sebuah Kelompok Penyelamat Elang Jawa karena di Kab Ciamis belum ada yang bergerak dalam penyelamatan Elang Jawa . Dan kepada masyarakat yang memelihara Elang Jawa diharapkan menyerahkannya kepada petugas Polisi Kehutanan setempat.
Elang Jawa hasil dari penyerahan masyarakat tidak bisa langsung dilepaskan ke alam begitu saja melainkan harus direhabilitasi terlebih dahulu di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS). Hal ini dilakukan untuk mencegah kematian Elang Jawa itu sendiri mengingat Elang Jawa yang telah dipelihara oleh manusia perlu beradaptasi kembali terhadap makanan aslinya, cara hidup di alam, bereproduksi, dan mengenal habitatnya. Dengan sadarnya masyarakat akan penyelamatan Elang Jawa diharapkan keberadaan Elang Jawa di Gn Sawal Kabupaten Ciamis akan lestari, sehingga pesona Elang Jawa dari Gn Sawal tidak hilang ditelan masa. Jadi bagi Polisi Kehutanan seperti kami peluh, lelah, terik matahari kadang-kadang rasa lapar juga mencoba menghampiri namun semua itu akan terobati bila kami melihat kepakan sayap, lengkingan Elang Jawa tanda kebesaran-Nya.
Ciamis, Juni 2004Penulis,ARDI ANDONO, STPNIP. 710 033 1961 Ajun Jagawana Madya, Polhut BKSDA Jabar II
2 Bapenas, 1993 dan World Convention Monitoring Committee, 1994 dalam Dephut, 2003
3 Sujatnika dkk,1995 dalam Setiadi Dkk 2000. Status Distribusi, Populasi, Ekologi dan Konservasi Elang Jawa di Jawa Barat Bagian Selatan. Laporan Akhir BP/FFI/BirdLife International/YPAL-HIMBIO UNPAD, Bandung
4 Prawiradilaga, Dewi dkk. Panduan Survei Lapangan dan Pemantauan Burung-burung Pemangsa. BJP-JIKA 2003
Press release BKSDA JABAR II, dikutip sesuai aslinya dari naskah asli dalam format PDF